FEATURE - UTS JURNALISTIK; 13 NOVEMBER 2021
“SELAGI KITA SEHAT, TERUSLAH BERUSAHA DAN BERDOA USAHA TIDAK
MENGKHIANATI HASIL”
Hari itu terlalu dini untuk bekerja. Namun, Pak Mitro dan Bu Mitro berbeda.
Saat itu pukul 5 ketika dia pergi ke pasar dan membeli bahan-bahan untuk keperluan mereka di resto makanannya.
Pagi-pagi sebelum matahari terbit, pasangan itu mengendarai sepeda motor tua. Sepeda tua melakukan perjalanan sekali seumur hidup dengan keranjang besar di belakang sepeda.
Pembukaan restoran Padang Bunga Tanjung yang sukses telah
memenuhi mimpinya untuk menjadi contoh bagi banyak orang yang merasa tidak mudah atau sulit untuk berhasil.
Hidup dengan segala macam penderitaan tidak diragukan lagi ia harus terus berjuang mencari nafkah,
menghidupi anak-anaknya supaya sekolah. Segala sesuatu yang dihasilkan uang halal dilakukan tanpa keluhan, sepanjang pengetahuan
dan keyakinan mereka.
Bisnis yang mereka lakukan sejak 1989 telah mengubah sebagian
kehidupan mereka. Meski berada di tengah persaingan fine dining dengan makanan enak dan merek restoran ternama, ia tidak pernah minder dan mengaku tidak takut dengan persaingan. "Ini
masalah keberuntungan. Ada tuhan yang mengatur apakah saya takut atau tidak.
Makanan di restoran ini rasanya sama enaknya dengan restoran terbaik di sana," katanya dengan dialek. Pastinya, saat jam makan siang, banyak pelanggan pak Mitro yang datang ke restoran saat jam
istirahat. Beberapa pelanggan datang jauh hanya dengan membeli nasi bungkus.
Pak Mitro dan bu Mitro sudah menikah cukup
lama, dan di usia mereka yang masih muda, yang lahir pada tahun 1947 di usia 71 tahun, Multan tidak bisa bekerja sebanyak dulu. Mereka memiliki 8 anak dan 17 cucu. Anak-anak pak Mitro semuanya sudah menikah, tetapi ketika mereka masih
bayi, mereka meninggal karena sakit dan pada tahun 2017 putra mereka meninggal lagi karena kanker usus besar. Anak tunggal mereka mengambil jurusan farmasi dan melanjutkan
pendidikan, sekarang menjadi apoteker, dan selebihnya baru lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebenarnya mereka mampu menyekolahkan semua anaknya ke perguruan tinggi, namun setiap anak memilih jalan hidupnya untuk berperilaku seperti orang tuanya. “Nah, nama Mitro
dikenal orang-orang
yang pandai berdagang. Setidaknya jika mereka belum memiliki pekerjaan
dengan pengalaman berdagang, anak-anaknya pasti pandai berdagang. Tidak,” kata Pak Riyanto sambil tertawa kecil. .
Sebagian besar anak Pak Mitro adalah laki-laki, sehingga mereka tidak ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Asal usul dari pak
Mitro yang membuka rumah makan ini tidak sederhana dan tidak instan. Banyak lika-liku kehidupan dan pengalaman pahit, menjadikan pasangan itu guru terbaik. Sebelum membuka restoran besar seperti hari ini, mereka memiliki banyak pekerjaan yang harus
dilakukan. “Awalnya tidak seperti membuka warung nasi. Seperti sopir
uncot, pengendara sepeda membuka toko emas, semua pekerjaan terasa apak,” katanya.
Sebenarnya banyak pekerjaan yang mereka
lakukan, tapi tidak butuh waktu lama dan Pak Mitro merasa tidak cocok dengan
pekerjaan itu. Juga, karena harga naik dan turun, tidak
butuh waktu lama untuk menjual emas. Sebagai pedagang atau pembeli yang tenang. “Saya ingin bekerja di
luar daripada di rumah, tapi kenapa
tidak membuka warung nasi sebagai usaha kecil-kecilan untuk seorang ibu yang hobi memasak,” kata pak Mitro.
Mereka berusaha
menjual beras dengan usaha dan doa, tetapi ketika mereka mulai berjualan, mereka tidak langsung buka karena tidak punya cukup uang untuk menyewa rumah. Mereka pertama kali berdagang di trotoar Pasar Bekonang yang kini menjadi Mitra
Bekonang. Banyak
orang mulai mengetahui makanan mereka dan secara bertahap menghemat uang,
jadi saya berani menyewa toko kecil di tempat ini. "Itu juga nama dagang, orang tidak sibuk belanja, setiap hari kekurangan barang.
Bisnis harus datang dan pergi, kadang sepi. Begitulah romantisme hidup,"
kata Pak Mitro. Pasang surut perdagangan
di restoran ini tidak semulus yang Anda
bayangkan. Mungkin juga karena kenaikan harga pangan. "Saat harga rempah-rempah naik, kita bisa
memasak apa yang ditawarkan kepada pembeli.
Kehidupan ekonomi kemarin dan hari ini sangat
berbeda," katanya.
Kini, anak-anak keluarga
pak Mitro
telah mengikuti jejak orang tuanya, yang juga membuka Rumah Makan Bunga Tanjung
2, sebuah rumah makan dengan nama yang sama dengan
nama orang tuanya. Rumah makan anak-anak pak Mitro memiliki nama yang sama dan terletak strategis di pusat kota dekat kantor kabupaten Sukoharjo. Anak-anak pak
Mitro mungkin pulang pada hari libur dan hari-hari lain untuk pergi ke pasar untuk berbelanja dengan bahan-bahan yang
mereka tawarkan kepada pembeli mereka.
Nyatanya, upaya
itu menunjukkan hasil. Pak Mitro dan istrinya percaya bahwa
meskipun sulit, harus ada lembaga yang membuktikan bahwa
sebagian besar hidup mereka telah dicapai dan diwujudkan.
Bahkan, banyak makanan yang datang secara tidak terduga.
Bahwa mereka memiliki cara untuk berterima kasih atas
segala sesuatu yang terjadi dalam hidup mereka. Mimpi yang saya impikan bukan hanya ilusi, tetapi Multan dan Nita
pergi berziarah ke Baitura (Mekkah), salah satu impian mereka, tetapi keduanya
terus berjalan tanpa diduga. Dan orang tua Bu Mitro juga datang.
Selain itu, pak Mitro dan istrinya sedang
mempertimbangkan untuk berinvestasi di hari tua, menyewa dan membeli rumah kecil yang masuk akal untuk masa pensiun, dan memiliki rumah dan mobil sendiri. Motto dan kata-kata motivasi dari keseharian pak mitro dan bu mitro yang penuh semangat adalah "Tetaplah berusaha dan berdoa selama kita
sehat". kata Pak Mitro. Allah SWT tidak mengubah nasib manusia, melainkan mengubah keadaan itu sendiri (Q.S. 13:11). Ini adalah garis hidup pak Mitro dan bu Mitro. Usaha dan doa harus selalu seimbang dalam hidup ini.
Komentar
Posting Komentar